MacDougall dalam bukunya berjudul Interpretative Reporting menyebutkan bahwa, jurnalistik adalah kegiatan menghimpun berita, mencari fakta, dan melaporkan peristiwa.
Menurutnya jurnalistik sangat diperlukan dalam suatu negara demokratis. Maka dari itu, Indonesia sebagai salah satu negara yang dalam formalitas kenegaraan bersifat demokratis, tentu sangat memerlukan para jurnalis. Untuk apa?
Dalam teori pers libertarian, pers dituntut untuk mengawasi pemerintah, sehingga pers disebut sebagai The Fourth Estate atau Pilar Kekuasaan Keempat setelah kekuasaan eksekutif, legislatif dan yudikatif. Hingga saat ini, istilah tersebut begitu akrab di kalangan media massa hingga mahasiswa Jurnalistik. Walaupun sistem pers yang berlaku di Indonesia saat ini bukan sistem pers yang berlandaskan teori libertarian, namun istilah tersebut juga menjadi acuan media massa di Indonesia yang menerapkan sistem pers pancasila.
Fungsi pers yang bertanggungjawab, dikutip dari buku Jurnalistik: Teori dan Praktik karya Hikmat Kusumaningrat dan Purnama Kusumaningrat, ada delapan poin. Pertama, fungsi informatif, yaitu memberikan informasi atau berita kepada khalayak ramai dengan cara yang teratur. Kedua, fungsi kontrol, masuk ke balik panggung kejadian untuk menyelidiki pekerjaan pemerintah atau perusahaan.
Ketiga, fungsi interpretatif dan direktif, yaitu memberikan interpretasi dan bimbingan. Keempat, fungsi menghibur. Kelima, fungsi regeneratif, menceriterakan bagaimana sesuatu itu dilakukan di masa lampau, bagaimana dunia ini di jalankan sekarang, bagaimana sesuatu diselseikan, dan apa yang dianggap dunia itu benar atau salah.
Keenam, fungsi pengawalan hak-hak warga negara, yaitu mengawal dan mengamankan hak-hak pribadi. Ketujuh, fungsi ekonomi, yaitu melayani sistem ekonomi melalui iklan. Kedelapan, fungsi swadaya, yaitu bahwa pers mempunyai kewajiban untuk memupuk kemampuannya sendiri agar ia dapat membebaskan dirinya dari pengaruh-pengaruh serta tekanan-tekanan dalam bidang keuangan.
Poin terakhir inilah yang dewasa ini sedang dalam kondisi kritis. Padahal untuk bisa menjalankan fungsi lainnya secara tanggung jawab, maka point terakhir harus bisa terpenuhi. Sedangkan fenomena media massa masa kini, begitu erat kaitannya dengan istilah konglomerasi.
Dari ratusan media massa yang ada di seluruh Indonesia, sejatinya hanya dimiliki oleh segelintir orang. Hal itu disampaikan oleh Ketua Aliansi Jurnalistik Independen (AJI) Bandung, Adi Marsiela dalam sebuah seminar yang diselenggarakan oleh Badan Eksekutif Mahasiswa Jurusan Jurnalistik UIN Bandung.
Ya, yang dikatakannya adalah fakta dan benar terjadi dalam realita. Akibat konglomerasi, independensi dan profesionalisme jurnalis menjadi terombang-ambing. Tertekan oleh para pemilik modal sebagai ‘bos’ pemilik media massa. Pemberitaan tak diarahkan untuk membangun bangsa dan negara, tapi untuk memenuhi kepentingan sang penguasa. Tak perlu disebutkan media mana yang berprilaku demikian, penulis yakin masyarakat cerdas mampu menilainya.
Namun dalam dunia perkuliahan jurnalistik, mahasiswa dibuat akrab dengan idealisme dan profesionalisme jurnalis. Dimana kode etik jurnalistik dijunjung tinggi, kepentingan publik diatas segala kepentingan, tidak ada keberpihakan, dan tujuan utama peliputan adalah mengungkap kebenaran.
Walaupun deskripsi media massa di luar sana sempat menjadi pertimbangan mahasiswa untuk terjun ke dunia jurnalistik, faktanya pers kampus masih memertahankan idealisme serta profesionalisme jurnalisnya, dengan tidak terpengaruh oleh fenomena-fenomena negatif tentang kejurnalistikan.
Peran mahasiswa jurnalistik untuk memajukan IndonesiaMahasiswa jurnalistik yang serius dengan dunia kejurnalistikannya, banyak yang sudah mulai menapaki profesi jurnalis. Walaupun masih mengenyam bangku perkuliahan, umumnya mereka bergabung dalam pers kampus. Status jurnalis yang dimiliki mahasiswa setara dengan jurnalis-jurnalis mapan yang bekerja di media-media nasional sekalipun.
Namun idealisme dan profesionalisme jurnalis yang dimiliki mahasiswa jurnalis, bisa lebih besar dari pada para jurnalis nasional. Inilah yang unggul dari mahasiswa jurnalis. Mengapa? Sebab tak ada yang bisa menekan mahasiswa jurnalis, mereka bebas untuk melakukan kegiatan jurnalistiknya.
Masih dari Buku Jurnalistik karya Hikmat Kusumaningrat dan Purnama Kusumaningrat, Persepsi para jurnalis mengenai istilah profesional memiliki tiga arti. Pertama, profesional adalah kebalikan dari amatir. Kedua, setiap pekerjaan jurnalis menuntut pelatihan khusus. Ketiga, norma-norma yang mengatur perilakunya dititik beratkan pada kepentingan khalayak pembaca.
Kemudian norma-norma tersebut diidentifikasikan pada dua norma. Pertama, norma teknis, dimana jurnalis harus menghimpun berita dengan cepat, keterampilan menulis dan menyunting kegiatan teknis jurnalis lainnya. Kedua, norma etis, dimana jurnalis memiliki kewajiban kepada pembaca serta nilai-nilai seperti tanggung jawab , sikap tidak memihak, sikap peduli, sikap adil, objektif dan lain-lain yang semuanya harus tercermin dalam produk kepenulisannya.
Inilah salah satu langkah maju membangun media massa di Indonesia. mengangkat idealisme serta profesionalisme dalam dunia jurnalistik. Sehingga segala bentuk pemberitaan yang dibuat oleh mahasiswa jurnalis, bukan lagi untuk membodohi bangsa, tapi mencerdaskan.
Disiplin ilmu jurnalistik tentu bergerak lebih spesifik di media massa. Menilik peran media massa yang berpengaruh begitu besar terhadap kehidupan bengsa dan negara, maka dalam ranah inilah mahasiswa jurnalistik berperan memajukan Indonesia.
Saat status jurnalis tersemat pada diri seorang mahasiswa, tentunya ia tak bisa lepas dari perannya sebagai mahasiswa. Mahasiswa memiliki peran sebagai agent social of change, agent social of control, dan agent social of balance.
Jika aplikasi sebagai Agen perubahan atau agent social of change mahasiswa dalam lingkup pers dilakukan dengan menjunjung idealisme serta profesionalisme jurnalis, maka perubahan yang diangkat di lingkungan sekitar, baik lingkungan rumah, kampus, hingga masyarakat luas adalah dengan membuka pandangan masyarakat tentang kondisi media massa di Indonesia saat ini.
Karena itu, disini, mahasiswa jurnalis dapat bergerak melalui jalur pendidikan melek media. Itulah yang disebut literasi media. Sebelum negara maju, maka bangsanya harus maju terlebih dahulu.
Selama ini bangsa Indonesia sedang dibodohi oleh sistem kapitalis media massa. Televisi sebagai salah satu elemen media massa adalah yang sangat berpengaruh dalam tatanan hidup masyarakat. Mari kita tengok televisi Indonesia! konten program yang bersifat mendidik dikalahkan oleh konten program yang hanya bersifat menghibur. Hiburan, tak membuahkan kemajuan, yang muncul malah keterpurukan dalam title negara berkembang berpuluh-puluh tahun.
Dalam literasi media, masyarakat diajak untuk lebih selektif dalam menerima ide, gagasan serta pesan-pesan yang disampaikan oleh media massa. Masyarakat dibimbing untuk menerima pesan media secara bijaksan dan tanggung jawab. Inilah langkah selanjutnya memajukan Indonesia. Menyentuh elemen terpenting suatu negara dengan membentuk pola pikir mereka ke arah yang maju. Siapa yang harus bergerak? Tentu mahasiswa.
Saat masyarakat mulai dekat dengan wacana negara maju dari sudut penerimaan pesan yang disampaikan media massa, maka langkah selanjutnya adalah mengikutsertakan masyarakat untuk berperan aktif dalam memajukan Indonesia. Kendati bukan hal yang mudah, namun jika ditekuni secara konsisten dan berkelanjutan, bukan tidak mungkin, bahwa bangsa Indonesia berubah ke arah bangsa yang maju. Jalannya, mengajak masyarakat untuk ikut bergerak mengembangkan eksistensi jurnalis idealis dan profesional.
Fenomena citizen journalist atau jurnalisme warga bisa dimanfaatkan semaksimal mungkin bagi lahan kemajuan bangsa Indonesia. Masyarakat memiliki ruang terbuka untuk melakukan kegiatan junalistik ‘yang tanpa tekanan’.
Walaupun profesionalitas jurnalisme warga, secara teknis tidak setara dengan jurnalis profesional, namun independensi laporan masyarakat bisa dipertaruhkan. Fenomena tersebut secara nyata membawa masyarakat lebih dekat pada fungsi pengawasan pergerakan pemerintah dan kontrol sosial.
Intan Resika